Search This Blog

1/08/2013

Renungan: Ketika Hidup Tak Lagi Seindah Dulu

January 08, 2013
Hidup cuma seputar ini dan itu.

Sejauh mana pun kau berlari, yang kau temukan ya tetap tentang ini dan itu.
Tentang aku dan kamu, tentang kita dan kalian, tentang dia dan mereka, tentang derita dan si miskin, tentang uang dan kekuasaan, tentang senyum dan kebaikan, tentang cinta dan kebahagiaan, tentang tangis dan kecewa, tentang bencana dan kesedihan, tentang harta dan keserakahan, tentang kepercayan dan pengkhianatan, serta tentang syukur dan sabar.

Waktu kecil aku hanya kenal Ibu dan Ayah, yang mengajariku kebaikan, yang mengajariku untuk mau berbagi, juga mengajariku ilmu agama, dan masih terlalu banyak yang Ibu ajarkan, termasuk ketulusan kasih sayangnya.

Kemudian usiaku bertambah dan aku semakin besar, aku mulai mengenal teman, yang membuat aku merasakan indahnya kebersamaan, yang membuat duniaku terasa semakin luas, yang membuat hidupku lebih ramai. Ku pikir dunia adalah taman bermain, maka aku terus bermain, aku tau hidupku menyenangkan, aku punya banyak teman bahkan keluargaku mencintaiku.

Saat itu yang aku pikirkan hanya tentang diriku sendiri yang dikelilingi kebaikan, senyuman, dan ketulusan, bahkan tidak ada perasaan kurang dalam diriku.

Waktu terus berlalu hingga aku menginjak usia remaja, mungkin hidup tidak akan seramah dulu lagi. Banyak hal yang sudah aku ketahui, aku tau ada temanku yang tidak sebahagia aku, aku tau Ayah harus bersusah payah mencari uang untukku dan keluargaku, aku tau pekerjaan Ibu tidak mudah, Aku tau tidak semua teman dapat dipercaya, aku tau tidak semua guru tulus mengajarkan murid- muridnya bahkan aku tau kadang aku harus mengalah, bahwa aku tidak harus memiliki sesuatu yang aku inginkan.

Aku semakin banyak tau kini, bahwa dunia sudah tidak seindah dulu lagi, bahwa keserakahan telah menguasai hati manusia, hatiku kah itu?, bahwa dunia mulai rusak dan bencana mulai sering berdatangan, dan bahwa tidak semua manusia sadar atas segala yang terjadi, semua bencana alam ini adalah akibat ulah kita juga.


Aku mulai belajar bahwa hidup ini tidak melulu tentang senyum dan kebaikan, tentang cinta dan kebahagiaan, tapi juga tentang tangis dan kekecewaan, tentang bencana dan kesedihan, juga tentang harta dan keserakahan.

Setelah dewasa, aku mulai mengerti bahwa dunia memang penuh dengan kepalsuan. Sandiwara itu nyata, tidak hanya ada dalam dunia perfilman. Banyak hal yang mereka korbankan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sebagian mengorbankan harga dirinya demi mendapatkan harta. Sebagian mengorbankan hartanya untuk meraih kekuasaan. Sebagian menyia-nyiakan kepercayaan demi kepentingan pribadi. Bahkan sebagian mengorbankan sahabatnya sendiri demi mendapatkan seorang kekasih hati.

Mungkin kepercayaan kini menjadi sangat mahal harganya. Harga apalagi yang dimiliki seseorang yang telah mengkhianati orang yang telah mempercayainya. Apakah ini tentang label? Pengkhianat? Pengecut?

Seperti kata- kata yang pernah ku baca di suatu buku yang entah apa judulnya.
"Apakah kita harus mengorbankan sesuatu yang kerusakannya bersifat permanen demi mendapatkan sesuatu yang kebahagiaannya (sementara) belum tentu??"

Tapi justru mungkin dunia ini indah karena ketidaksempurnaannya.
Karena tidak pernah ada yang sesempurna itu menafsirkan firman Allah SWT dalam Al-quran.
Karena tidak pernah ada yang sesempurna itu mengartikan makna hadis-hadis indah Nabi SAW.
Karena tidak pernah ada yang sesempurna itu mengamalkan sunah Nabi SAW.
Karena di hatiku juga masih ada dunia.