Search This Blog

9/30/2020

Pesona Indah 5 Gunung dan Arunika Keemasan di Puncak Sikunir, Dieng

September 30, 2020
Waktu itu tahun 2015 ketika saya masih muda hehe maksudnya pas masih single dan masih bebas bepergian tanpa bingung mikirin bayik- bayik tersayangku, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi Dieng yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, diantara Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.

Siapa sih yang gak tau Dieng? Selain terkenal karena tradisi ruwatan rambut gimbal-nya, Dieng juga dikenal dengan julukan negeri di atas awan. Wah kebayang gak sih indahnya Dieng. Gak Cuma itu, sebenarnya banyak banget yang terkenal dari Dieng hingga membuat saya dan teman- teman begitu tertarik untuk mengunjunginya.

Perjalanan dari Bandung ke Dieng memakan waktu sekitar 6 – 7 jam. Walau ngaretnya kebangetan tapi perjalanan lancar, nyaman, dan lega dalam bus berkapasitas 25 orang yang hanya diisi setengahnya. Baru deh sesampainya di jalan sekitar Dieng, lalu lintas padat sekali, macet, kendaraan berhenti agak lama sampai banyak orang turun dari kendaraan untuk mampir dulu ke warung menyeduh mie.

Kenapa padat sekali?

Saat itu memang sengaja saya dan yang lainnya datang ke sana untuk ikut serta dalam kemeriahan acara Dieng Culture Festival (DCF). Event DCF ini memang rutin diselenggarakan setiap tahun pada setiap akhir bulan Juli atau bulan Agustus, maka pada bulan- bulan itu biasanya Dieng dipadati oleh para wisatawan yang ingin turut memeriahkan festival budaya tersebut. Maka tak heran, hari itu jalanan amat sangat padat syekali.

Walau macet, tapi pemandangan dan suasana di sekitar yang masih asri bikin gak kerasa tau- tau bis kami udah sampai di atas di sekitar kawasan Dieng. Hawa dingin mulai masuk ke dalam bis, kaca bis pun mulai berembun, kami pun mulai menyiapkan sarung tangan. Hari semakin sore menjelang maghrib, kami langsung bergegas menuju penginapan.

Di penginapan dingiiiin banget, ada selimut sih tapi tetep dingin, kami bercengkrama sebentar di ruang tengah, ngobrol dan berkenalan dengan teman- teman baru senasib seperjalanan.


Malam itu waktu berlalu cepat karena kami memang datang agak terlambat, selain karena ngaretnya keterlaluan, juga karena padatnya jalanan. Setelah ngobrol, kami semua bebersih tapi gak ada yang berani mandi karena airnya dingin banget, entah suhunya berapa, jadi kebanyakan kami cuma sikat gigi, cuci muka, cuci kaki, dan berwudhu.

Setelah bebersih kami semua bergegas untuk istirahat sebentar karena rencana esok pagi buta sebelum subuh sudah harus berangkat menuju puncak sikunir.

Kira- kira pukul 2 pagi buta kami semua udah bangun, antri memakai toilet dan mulai bersiap- siap berangkat ke puncak sikunir. Pukul 3 kami sudah siap dan menunggu mobil yang akan mengantar kami menuju Sikunir. Tidak lama mobil bak itu datang. Ya, di pagi buta yang dingin itu kami semua berangkat ke Sikunir menggunakan mobil bak dan pastinya seruuuuu banget Buybuuu. Perjalanan dari penginapan ke Sikunir gak begitu jauh sebenarnya, hanya karena sedang banyak wisatawan saja jadi jam 4 kami baru sampai di parkiran Sikunir yang ternyata udah lumayan ramai.




1. Puncak Sikunir

Kami langsung deh mulai tracking ke atas Bukit Sikunir. Jadi, seingat saya ada dua jalur yang bisa dilalui untuk naik ke desa tertinggi di Dieng itu, yaitu jalur biasa dan jalur prestasi. Haha becanda dink. Seinget saya memang ada dua jalur di situ ada jalur yang biasa yang mana jarak tempuhnya sekitar 800m namun tracknya tidak terlalu curam. Ada juga jalur yang jalanannya cukup curam menanjak namun jaraknya hanya kurang lebih 500m.

Tentu saja yang lebih padat adalah yang jalur biasa. Alhasil saya dan teman- teman memilih lewat jalur prestasi. Hehe

Tracknya memang agak lumayan tapi jalanan di sini lebih sepi daripada jalur biasa. Tentunya kalau mau nanjak begini harus benar- benar siap fisik dan peralatan tempur ya Buybu, karena saat saya sedang mendaki, ada orang yang sesak napas karena kelelahan. Kasihan kan, apalagi udah di tengah jalan, mau turun jauh mau naik apalagi. Yang pasti jangan lupa juga bawa bekel minuman, pakai sendal gunung biar gak licin, jangan pakai high heels apalagi flat shoes hehe

Singkat cerita akhirnya kami sampai di atas Bukit Sikunir saat matahari belum terbit. Yeay pas banget kan tinggal nungguin golden sunrise-nya nih. Tidak lama perlahan- lahan matahari pun terbit memancarkan cahayanya memberikan kehangatan, menyuburkan tanaman, dan menyinari dunia.

Asik banget menikmati kehangatan pagi itu dengan berfoto, bercanda tawa, dan yang super duper memukau adalah pemandangan di sekitar Puncak Sikunir, di sana terlihat beberapa gunung yang berdiri dengan gagahnya, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Ungaran, Merbabu, dan Merapi. Betapa keindahan dan perasaan yang gak bisa diungkap dengan kata. Sungguh. Inilah ciptaan Allah. Betapa Maha Besar-Nya.

Ku berjalan tanpa lelah
Menuju puncak cahaya
Ku kira tak pernah ada
Ku kira selama ini hanya maya

Hingga tiba di puncaknya
Inilah puncak sikunir
Yang di sana terbit cahaya
Dan di hati sempat kuukir

Cahayanya menerangi alam semesta
Cerah hingga dunia terpana
Disana pun kau menyaksikannya
Karena dirinya membuat pagi ceria

Terimakasih arunika sikunir
Ku lihat jauh di sana ada yang gagah berdiri
berani namun penuh misteri
Itulah Sindoro dan Sumbing
Juga Ungaran, Merbabu, dan Merapi

Hai, kusampaikan salam pada mereka
Gunung cantik nan misterius
Belum pernah ku kesana
Mungkin karena belum serius


2. Ruwatan Rambut Gimbal

Saking asiknya menikmati indahnya pemandangan di atas Sikunir, kami pun jadinya turun kesiangan, jalanan juga udah gak seramai tadi, jadi kami pun turun melalui jalur biasa, bukan dari jalur prestasi lagi. Hehhe

Sesampainya di parkiran Sikunir, kami pun kembali menaiki kendaraan yang tadi mengantar kami, yap mobil bak. Oh iya, jangan dikira Dieng itu dingin terus, karena kalo udah siang hari tetep aja mataharinya bikin gerah, atau mungkin karena aktivitas yang padat disertai baju dan jaket berlapis ya?
Bisa jadi.

Owkay, setelah puas dengan keindahan alam sekitar Dieng yang bisa dilihat dari Puncak Sikunir, kami pun menuju Candi Arjuna untuk menyaksikan Prosesi Ruwatan Rambut Gimbal.

Tapi sayang, jalanan waktu itu amat sangat padat sekali sampai mobil gak maju- maju, jadi kami ketinggalan acara prosesi ruwatan rambut gimbal tersebut.

Sebenarnya apa sih Ruwatan rambut gimbal itu?

Ruwatan rambut gimbal adalah sebuah ritual potong rambut untuk anak- anak warga Dieng yang memiliki rambut gimbal. Upacara ruwatan ini diadakan setiap 1 suro kalender Jawa. Upacara ini bertujuan untuk menyelamatkan anak berambut gimbal dari berbagai kesulitan.

Uniknya lagi, rambut gimbal anak- anak ini hanya dapat dicukur jika anak tersebut sudah siap melakukan ritual adat yang dipimpin oleh Tetua Adat. Gak Cuma itu, ritual ini pun hanya bisa dilaksanakan setelah orangtua dari anak tersebut telah memberikan apa yang diinginkan oleh sang anak. Nah kabarnya, bila rambut gimbal anak ini dicukur tanpa melalui upacara ruwatan, maka rambut gimbal anak ini akan tumbuh kembali dan si anak jadi sakit- sakitan.

Tradisi Ruwatan Rambut Gimbal di Dieng merupakan suatu pertunjukan budaya yang menyatu dengan acara Dieng Culture Festival yang diadakan secara rutin sejak pertama kali pada tahun 2010 hingga saat ini. Selain itu, Ruwatan Rambut Gimbal sudah ditetapkan oleh KEMENDIKBUD sebagai warisan budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2016.

3. Mie Ongklok Dieng

Setelah belum berkesempatan mengikuti prosesi ruwatan rambut gimbal yang harga tiket masuknya waktu itu 125ribu rupiah, akhirnya kami pun lapar dan langsung meluncur ke warung makan untuk makan mie ongklok khas Dieng. Berkunjung ke Dieng tanpa makan mie ongklok itu bagaikan aku tanpa kamu, kayak ada yang kurang.

Aseeek

Mie ongklok itu mirip kayak Lo mie, kuahnya kental berwarna coklat dan diracik dengan potongan sayur kol dan daun kucai. Ada juga bakso, taburan bawang goreng, kerupuk pangsit, dan lainnya.

Rasanya tentu saja endolita, bikin pengen nambah lagiii. Hihi laper apa doyan ya.


4. Danau Telaga Warna

Setibanya di Danau Telaga Warna...

Danau sedang berwarna hijau saat itu, dan tentu saja dipadati pengunjung, apalagi sedang ada shooting untuk suatu acara di TV swasta yang waktu itu lagi naik daun. Nah, para kru TV sedang mengambil gambar salah satu dari rangkaian prosesi rambut gimbal, karena di Telaga Warna inilah rambut anak gimbal yang sudah dicukur akan dilarung.

Kenapa rambut gimbal dilarung di Telaga Warna?

Karena air dari danau Telaga Warna akan mengalir ke Sungai Serayu yang bermuara di Pantai Selatan. Selain itu, kabarnya juga, anak- anak berambut gimbal di Dieng adalah titipan dari Ratu Pantai Selatan.

Sebenarnya masih banyak tempat indah di Dieng ini dan masih ada beberapa tempat yang ada di itinerary juga namun gak sempet dikunjungi karena jalanan yang begitu padatnya, seperti kawah sikidang, Dieng Plateu, Candi Arjuna, dan lain- lain. Tapi walau begitu kami super happy karena bisa banyak menghabiskan waktu di Bukit Sikunir menikmati matahari terbit paling ciamik ditemani kopi dan pemandangan sekitar yang luar biasa indahnya.

Nanti, jalan lagi yuk!


9/21/2020

Kisah Nyata: Dampak dari Buruknya Komunikasi

September 21, 2020
Setuju gak Buybu bahwa komunikasi merupakan kunci dari setiap hubungan, yang gak Cuma hubungan antara kita dengan pasangan, tapi juga hubungan kita dengan siapapun.

Nah, saya mau cerita tentang permasalahan yang dialami teman saya terkait masalah komunikasi. Cerita tentang komunikasi yang buruk antara atasan dan bawahan (satu stel gitu haha). Miskomunikasi gitu. Miskomunikasi itu apa sih? Miskomunikasi adalah sama dengan salah paham.

Jujur aja, saya banyak belajar dari kasus teman saya ini (sebut saja dia Jennifer Lawrence, panggilannya Jeni), dan sebelum saya beritahu poin pembelajaran yang saya dapat, saya akan bercerita terlebih dahulu.

...

Seperti yang kita tau bahwa Covid 19 ini memang membawa dampak bagi semua orang. Dampak yang pasti sangat beragam, ada yang terkena dampak kecil, ada juga yang besar. Nah, alhamdulillah si Jeni ini kebagian dampak yang kecil nih Buy.

Kenapa kecil?
Karena Jeni masih kerja dan berpenghasilan.

Berawal dari WFH

Jadi, saat ada pandemi, termasuk perusahaan tempat Jeni bekerja, menerapkan WFH (Work From Home) dan sebagaimana yang kita tau bahwa work from home itu bahasa Indonesianya adalah "kerja di rumah" atau "kerja dari rumah" atau "walau di rumah tetep kerja lho yaa".

Tapi sepertinya makna WFH di tempat Jeni bekerja ini berbeda, WFH itu artinya libur. Tidak dengan Jeni, ia tetap beranggapan bahwa WFH itu kerja di rumah.

"Halo Jeni, ini WFH-nya sudah diajukan, mau WFH full atau fleksibel?"
"Bedanya?"
"Kalau fleksibel, kalau diminta untuk masuk harus masuk"
"Oh yaudah fleksibel aja gak apa Pak"

Begitu kira- kira percakapan antara Jeni dengan atasannya (sebut saja dia Pak Osas, nama panjangnya Ufufwefwe Onyefwefwe Obwemubwem Osas).

Singkat kata, Jeni yang masih punya anak bayik usia genap setahun atau 12 bulan pun diberikan surat untuk menjalani WFH selama satu bulan dan akan terus diperpanjang jika masih wajib WFH.

Kesepakatan telah dibuat, surat telah ditandatangani, pun kodok tetap mencari makan di pinggir kali (apasi? Becanda aja Ami nih).

Miskomunikasi Dimulai

Selama dua bulan WFH, Jeni gak pernah datang ke kantor padahal dirinya ingin sekali datang ke kantor tapi keadaannya tidak memungkinkan. Jeni pun menyampaikan maksud hati kepada suaminya.

"Mas, aku mau ngantor ih ga enak masa ga pernah dateng"

"Lah ya namanya juga WFH ya kerjanya di rumah, kan kamu juga di rumah gak diem aja tapi banyak kerja juga"

"Iya sih tapi ga enak aja ga pernah dateng"

"Ya emang diminta dateng sama atasan? Gak kan? Ya berarti kamu ga dibutuhin di sana. Kalo atasanmu nyuruh dateng ya seengganya buat alasan Mas juga buat ngajuin gantian WFH buat jagain anak bayi, kalo ga ada dasar kuat ya susah juga"

"Iya ya aku emang  selama ini kayak ga dibutuhin sih", kata Jeni sambil teringat kelakuan atasannya selama ini yang seperti tidak menganggap dirinya ada.

Percakapan seperti itu sering terjadi selama dua bulan WFH. Sampai Jeni yang sering melaporkan pekerjaan ke atasannya pun berharap atasannya mau menegurnya atau sekedar mengingatkannya atau mungkin sekedar bertanya bagaimana keadaannya lalu berkata, bisa gak Jeni datang ke kantor?

Hingga Jeni pun akhirnya sengaja cuek karena semakin merasa invisible dan menunggu 'diakui'.

Namun sampai selama dua bulan, ternyata Jeni tidak mendapat pertanyaan seperti itu sedikit pun. Ya makin merasa gak penting aja lah si Jeni itu, padahal ia selalu mengerjakan semua tugas dan pekerjaan yang biasa dikerjakan sampai selesai.

Tegas dan Tega Tanpa Kompromi

Tiba- tiba tanpa pertanyaan, sapaan, apalagi pemberitahuan, Pak Osas pun mengajukan pemberhentian WFH bagi Jeni. Jeni terkejut karena atasannya selama ini diam saja namun tiba- tiba memperlakukannya begitu.

"Bukankah dia seorang atasan yang berhak menegur anak buahnya? Apa saya bukan anak buahnya?", pikir Jeni.

Jeni merasa sedih dan kesal, kenapa atasannya gak sedikitpun menghargainya walau hanya sekedar bertegur sapa dan memintanya datang ke kantor. Kalau atasannya mau menegur tentu saja Jeni akan dengan senang hati datang karena merasa dibutuhkan, tapi perilaku atasannya kali ini memperjelas semua yang udah pernah terjadi. Jeni pun merasa bahwa ini seperti puncak kekesalan Pak Osas yang selama ini hanya dipendam tanpa berani menegur Jeni secara langsung. Entahlah.

Sebelum Tragedi Miskomunikasi WFH

Sebelum kejadian WFH, Jeni sudah merasa bahwa Pak Osas berbeda. Padahal banyak sekali orang bilang kalau Pak Osas ini orang yang baik, tapi entah kenapa Jeni pun heran alasan Pak Osas bersikapnya diam- diam (cepirit) kepada Jeni?

Wahaha Ami becanda Jeniiiii🤭

Jadi, Jeni pernah ditegur oleh Pak Sarwoko (rekan kerja Jeni, bawahan deketnya Pak Osas), begini...

"Jen, jangan sering- sering keluar komplek ya Jen, kata Pak Osas Jeni nih terlalu sering keluar komplek"

"Lah ya gimana anak saya sering sakit gara- gara di taro di daycare, ke rumah sakit ga ada orang yang bisa bantu saya bawa anak ke RS ya gimana lagi Pak, saya juga ga mau anak sakit"

"Iya sih, tapi Pak Osas sering ngeluh ke saya begitu"

"Ya Pak Osas kenapa sih gak langsung negur saya, kenapa malah ngomongin saya ke orang lain, paling gak nanya terus bantu kasih solusi kira- kira biar sama- sama enak gimana gitu Pak"

"...."

Setelah menerima omongan dari Pak Sarwoko, Jeni langsung menghadap Pak Osas untuk meminta maaf atas kelakuannya, tapi dari Pak Osas tidak ada ucapan tegas. Ada apa dengan Pak Osas? Kenapa beliau tidak mampu berkata- kata di depan Jeni?

Haha
 

Ajakan Perbaikan Komunikasi

Banyak omongan tentang Jeni di kantor karena Pak Osas suka bercerita tentang Jeni ke orang lain, tapi anehnya Pak Osas kalau di depan Jeni, beliau malah baik sekali dan bilang, "Saya itu malah gak mau kamu gila kerja dan menelantarkan anak".

Terkait WFH yang tiba- tiba distop, Jeni pun menghadap Pak Osas untuk tabayyun, konfirmasi dan menyampaikan segala uneg- unegnya.

"Pak Osas, sebelumnya saya minta maaf atas perilaku saya kemarin, tentang saya WFH yang gak pernah masuk, tapi apa pernah bapak tanya gimana keadaan saya waktu saya ga pernah masuk? Apa pernah bapak minta saya buat masuk supaya saya merasa saya dibutuhkan? Karena jujur aja selama ini saya merasa gak dianggap disini"
 
"Oh jadi nunggu disuruh dateng? Hehe ya kan ga perlu diminta masuk kantor harusnya ada inisiatif sendiri dong, yang lain aja WFH tetep masuk kok, masa kamu doang yang enggak", kata Pak Osas sambil tersenyum kecut
 
"Ya kalo saya apa- apa harus inisiatif sendiri saya harusnya jadi menejer Pak. Bapak merasa gak sih? Bapak kalo ada apa- apa sama saya, Bapak selalu membicarakan saya dengan orang lain, bukan langsung menegur saya, terus Bapak juga gak nanya saya di rumah gimana? Kan saya di rumah juga kerja Pak, yang lain kan karena gak bisa dikerjain di rumah jadinya masuk", kata Jeni sambil menceritakan tentang Pak Sarwoko yang menegur dirinya karena keluhan Pak Osas.

"Ya saya gak cerita ke orang lain kok, saya cuma cerita ke rekan di sini dan ke bagian HRD", tampik Pak Osas.

"Ya Allah, ya sama aja Pak, Bapak kan punya masalah sama saya ya bilang langsung ke saya, saya ini kan bawahan Bapak, anak buah Bapak juga, karyawan biasa yang bisa salah, saya juga seorang Ibu baru, saya pengen juga kalo salah ditegor, diingatkan, langsung ke saya jangan ke orang lain. Saya pun taunya dari orang lain, gak enak didengernya Pak", Jeni berkata.

"Ya, saya akui itu memang kekurangan saya, saya gak tega kalau menegur ibu yang punya bayi", kata Pak Osas.

"Tapi Bapak tega diam- diam gak pake negur tiba- tiba nyetop WFH saya, itu lebih tega sih Pak. Kalo aja komunikasi antara Bapak dan saya baik, pasti gak akan kayak gini, Bapak kesel saya lebih kesel", ucap Jeni kesal bin sebal.

"Ya Covid ini kan memang memberi dampak buat banyak orang, harusnya kita bersyukur masih diberi pekerjaan bla bla bla", kata Pak Osas malah ceramah

"Yaudah maaf nih Pak saya mah minta mulai sekarang kita perbaiki komunikasi kita, saling terbuka, Bapak langsung tegur saya kalo ada apa- apa, jangan ngomongin saya ke orang lain walau itu HRD atau Pak Sarwoko. Kan kemarin bisa kayak gitu karena antara Bapak dan saya saling tunggu, gak ada komunikasi, Bapak nunggu saya inisiatif, saya pun nunggu Bapak peduli dengan saya karena saya merasa ga dianggep di sini Pak"

"Ya, baik mulai sekarang kita perbaiki komunikasi", tutup Pak Osas.

Jeni pun lega telah terbuka dan menyampaikan uneg- uneg.

Tidak Ada yang Berubah, Sudah Sifat Bawaan kah?

Hari berlalu, minggu berganti bulan. Pada kenyataannya, tidak ada yang berubah dengan sikap Pak Osas terhadap Jeni.

Pak Osas tetap ambil kesimpulan sendiri tanpa bertanya terlebih dahulu, Pak Osas tetap tidak mau menegur Jeni secara langsung, tetap berbicara dengan Pak Sarwoko.

"Percuma dong kemaren ngajak komunikasi terbuka sampe mulut berbusa", kata Jeni dalam hati.

Malah parahnya, Jeni semakin sering menerima omongan dari rekan Jeni bahwa ada HRD muda yang menyebar info tentang tragedi WFH dirinya sampai lintas divisi. Walau Jeni sudah 'bodo amat', tapi jelas terbukti perilaku Pak Osas yang mengeluhkan dirinya kepada orang lain dinilai salah. Harusnya orang lain yang mengerti pun bisa ambil kesimpulan bahwa pemimpin yang baik harusnya mampu memenej orang, bukannya mengeluh kemana- mana.

Alih alih berusaha bisa memenej bawahannya, Pak Osas malah mengeluh ke orang lain tentang perilaku bawahannya, padahal Pak Osas punya wewenang sendiri untuk menegur dan mengatur bawahan. Pun sama yang diajak ngeluh Pak Osas, apa ada yang menyarankan untuk langsung menegur Jeni? Sepertinya tidak ada. Tidak ada yang sebijaksana itu. Pikir Jeni.

Hilangnya Respect dan Timbul Rasa Tidak Nyaman

Semenjak itu, walau masih bekerja di bagian yang sama, namun entah kenapa Jeni merasakan respect terhadap Pak Osas semakin berkurang, karena pada kenyataannya kejadian miskomunikasi terus menerus berulang.
 
Jeni berusaha selalu introspeksi, barangkali memang Jeni yang salah, Jeni mulai meningkatkan performa kerja, tidak ijin, setiap hari masuk tanpa keluar, bahkan bekerja hingga maghrib menjelang, namun beberapa bulan begitu tetap tidak ada yang berubah. Pak Osas tetap saja seperti tidak menghargai keberadaan Jeni.
 
Misalnya begini, Pak Osas bilang ke Jeni bahwa beliau mengijinkan Jeni kalau ingin pindah ke divisi lain, namun atasan di divisi lain bilang ke Jeni bahwa Pak Osas tidak mengijinkan Jeni dipindahkan.
 
Sekarang hal yang bisa dilakukan Jeni adalah diam, tetap bekerja walau tidak dihargai, tetap berusaha menghormati atasan yang jauh lebih tua, dan kalau ada orang lain yang bertanya "Bagaimana di unitmu Jen? Enak ya Pak Osas mah baik ya?", maka Jeni akan tetap menjawab, “Iya baik”, hanya karena Jeni paham reputasi Pak Osas di mata orang- orang.
 
Satu hal yang tidak ingin mengganggu pikiran Jeni adalah jangan sampai Jeni menjadi korban gaslighting dan merasa jadi orang paling bersalah, karena pada dasarnya ditegur atasan itu biasa, dan sifat orang tentu berbeda- beda.


Kesimpulan

So, sampai sini dulu ceritanya, untuk poin penting dan pembelajaran apa aja yang Ami dapet dari cerita Jeni, akan Ami sampaikan di tulisan berikutnya, barangkali Buybu ada yang mau berpendapat atau sudah bisa ambil kesimpulannya? 😊

9/16/2020

7 Hal yang Harus Dipertimbangkan Ketika Ingin Menyekolahkan Anak di Pesantren

September 16, 2020
Memang bener ya, pola pikir kita itu bisa beda- beda karena pola asuhnya pun beda- beda. Tapi sebenarnya faktornya gak cuma dari pola asuh aja, banyak banget faktor yang membentuk pola pikir kita, misalnya bagaimana reaksi saya ketika disindir oleh teman dengan bagaimana reaksi Buibu ketika disindir teman tentu akan berbeda. Walau andaikata kita ditempatkan dengan sindiran yang sama, kata- kata yang persis sama, dan teman yang sama, reaksinya pasti berbeda.

Sama halnya ketika waktu itu saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke Pondok Pesantren (Ponpes). Pasti ada Buibu yang gak mau anaknya masuk pesantren, ada juga yang mau- mau aja kalo anaknya pengen mesantren, atau malah ada yang maksa anaknya supaya sekolah di pesantren.

Ini reaksi Ibu saya ketika saya minta sendiri kepengen mondok.

"Bu, nanti abis lulus SD, aku pengen masuk pesantren ya Bu"
Ibu langsung nengok sambil bilang, "Beneran mau mondok?"
"Yoiii, pokoknya mau mesantren"
"Yaudah nanti cari dulu pondokkan yang bagus"

Kira- kira begitu percakapannya.

Kalo diinget- inget sekarang, dalam pergaulan juga, kebanyakan temen- temen banyak yang enggan masukin anaknya ke pesantren, karena mereka beranggapan kebanyakan anak gak ada yang mau masuk pesantren apalagi karena keinginannya sendiri.

Masa?

Buktinya waktu itu saya sebagai anak yang ngotot pengen banget masuk pesantren. Wkwk

Kalo saya ditanya alasan, kenapa waktu itu pengen banget masuk pesantren?

Alasannya klasik, secara umum karena ingin memperdalam ilmu agama. Entah kenapa saya saat itu tertarik banget dengan ilmu agama.

Alasan khususnya, pertama saya nih suka banget menghapal surat- surat dan hadis, jadi ketika di pesantren ada tugas menghapal, tantangan yang sangat menarik, makin banyak yang dihapal, makin seneng jadinya.

Kedua, dari kecil saya seneng banget baca buku, tapi yang saya suka itu buku cerita, buku dongeng- dongeng gitu, buku pelajaran sih nggak ya, haha

Nah hubungannya apa sama pesantren?

Di pesantren itu ada kegiatan baca kitab kuning Buybu dan kebanyakan kitab itu isinya cerita dan alkisah, cerita- cerita jaman nabi yang banyak banget pesan moralnya. Makanya waktu ngaji kitab setelah solat subuh, saya kadang aneh karena saya gak pernah ngantuk, tapi temen- temen udah banyak yang ketiduran. Sampe pernah rasanya pengen juga ngerasain lagi ngaji kitab terus ketiduran ahahah ada ada aja anak kecil.

Nah kalo Buybu mau anaknya disekolahkan di pesantren, maka pesantrennya pun gak bisa asal pilih, sama kayak yang udah Ibu saya bilang "cari dulu pondok pesantren yang bagus".

Emang ponpes yang bagus itu yang kayak gimana sih?
Tentu saja tiap orang standar bagusnya akan beda- beda, jadi di sini saya akan bantu Buybu gimana dan apa aja sih yang harus dipertimbangkan ketika ingin menyekolahkan anak ke pesantren.

Ini dia 7 hal yang harus dipertimbangkan jika ingin menyekolahkan anak di ponpes, disertai tips memilih pondok pesantren yang tepat untuk anak

 

1. Pastikan anak tidak terpaksa

Banyak stigma negatif yang terbentuk dalam pikiran anak tentang pesantren. Ada yang berpikiran kalau pesantren itu seperti penjara, banyak juga yang mikir bahwa pesantren itu tempatnya anak nakal, bahkan banyak yang bilang kalo sekolahnya di pesantren nanti jadi susah buat masuk universitas bergengsi.

Nyatanya ponpes tidak seburuk yang anak- anak pikirkan, kadang pikiran- pikiran itu bisa terbentuk karena orangtua yang sebenarnya gak mau jauh dari anaknya jadi orangtua mengarang stigma buruk pesantren agar anaknya gak mau di pesantren, atau bisa juga stigma terbentuk karena faktor di luar orangtua.

2. Sesuaikan pesantren dengan mazhab/ ideologi yang dianut keluarga

Setelah orangtua setuju dan anak pun ada keinginan untuk bersekolah di ponpes, maka hal selanjutnya tinggal memilih ponpes mana yang tepat berdasarkan mazhab yang diikuti dalam keluarga. Mazhab/ ideologi di sini maksudnya adalah paham apa dalam agama yang menjadi kebiasaan dalam keluarga seperti misalnya apakah NU, Muhammadiyah, atau paham kelompok minoritas seperti persis atau LDII. Salah satu caranya lihat pendirinya siapa, pimpinannya siapa, dan harus juga tanya- tanya biar lebih yaqin aja sih.


3. Tentukan dulu format pendidikan dan jenis pesantrennya

Pesantren di Indonesia ada banyak sekali dan tentunya jenisnya pun bermacam- macam, dan yang dimaksud dengan jenis pesantren di sini adalah kultur dan kurikulum dalam pesantren itu sendiri yaitu
  • Pesantren Salafi merupakan pesantren tradisional yang lebih menekankan pada pemahaman pelajaran, budaya, dan nilai- nilai kuat keagamaan jadi pesantren ini hanya mengajarkan pelajaran agama saja tidak menyertakan kurikulum dari pemerintah. Misalnya belajar kitab- kitab klasik, menghafal Al- quran dan Al- Hadist, sejarah kebudayaan islam, dll.

  • Pesantren Modern adalah pesantren yang masih mengikuti standar kurikulum dari pemerintah dan lebih menekankan kepada pelajaran, budaya, dan nilai- nilai agama secara umum.

  • Sedangkan pesantren campuran menggunakan kurikulum campuran yaitu kurikulum yang diwajibkan pemerintah dengan kurikulum agama dari pesantren.


4. Amati program lainnya dan ekstrakurikuler

Sama seperti ketika kita pilih- pilih sekolah, kita pasti bakal lihat- lihat dulu kegiatan lain dan ekstrakurikuler yang ada. Pesantren pun begitu, amati juga ekstrakurikuler dan kegiatan apa saja yang ada di ponpes berikut peraturan yang ditetapkan ponpes bagi para orangtua dan santri.

5. Lingkungan pesantren harus bersih, aman, dan nyaman

Menyekolahkan anak ke pesantren tentu tidak cukup dengan hanya memperhatikan kurikulumnya saja mengingat anak kita juga akan menetap dan bertempat tinggal di sana selama pendidikan berlangsung. Maka perlu agar Buibu juga memperhatikan bagaimana suasana di lingkungan pesantren, baik dari segi kebersihan, keamanan, maupun kenyamanan. Semua ini melingkupi sarana dan prasarana yang disediakan pesantren untuk para santri di sana, apalagi ada pesantren yang menyediakan fasilitas penginapan yang bersih dan nyaman untuk orangtua yang harus menginap di pesantren karena lokasi pesantren yang jauh dari rumah.

6. Perhatikan letak strategis dan geografis pesantren

Nah melihat lingkungan sekitar di luar pesantren juga penting nih Buibu. Kita gak mau dong kalau tiba- tiba terjadi apa- apa, terus anak kita susah mau kabur atau lari kemana akibat ponpesnya ada di atas gunung yang akses kendaraan aja sulit. Misalnya lho yaa misalnya... Maka dari itu, kita juga harus melihat kemudahan akses ke sana bagaimana.

7. Sesuaikan jauh dekat lokasi dan biayanya

Sekolah di pesantren tentu biayanya akan berbeda dibanding sekolah umum. Pastinya akan lebih mahal di pesantren ya Buybu karena kita gak Cuma bayar biaya pendidikannya, tapi juga biaya kehidupannya di sana. Maka setelah Buybu selesai membuat list pesantren mana yang akan dituju, Buybu tinggal menyesuaikan pesantren mana yang sesuai budget dan sesuaikan jauh dekatnya lokasi dengan kemampuan Buybu. Misalnya kalau punya mobil pribadi dan gak masalah menyetir jauh, artinya gak masalah juga pilih ponpes yang jauh, kalau dirasa karena belum punya kendaraan jadi harus pake kendaraan umum, ya bisa pilih ponpes yang dekat. Apalagi sekarang banyak banget ponpes di tengah kota.


So, itu dia Buybu. Mungkin agak sedikit ribet ya, tapi begitulah kita memang harus teliti dalam memilih pendidikan di jaman sekarang. Pun gak cuma pesantren aja, semua sekolah pun harus dilihat dengan teliti terlebih dahulu sebelum kita bisa tenang menitipkan putra putri kita untuk menuntut ilmu di sana.

Semoga bermanfaat!

9/10/2020

Kisah Nyata: Hargailah Perjuangan Orangtuamu

September 10, 2020
“Kamu itu sebenernya tidak diharapkan kelahirannya, cuma karena Mbah aja yang minta Mama nambah anak, jadinya kamu dilahirkan deh”

Itu sepotong percakapan yang kudengar dari mulut Mama kepadaku yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu aku cuma diam dan tidak begitu menghiraukan perkataannya walaupun sekarang kata- katanya jelas tertanam di dalam otakku.

Aku itu dulu memang anak kesayangan Papah. Makanya Papah sering banget bilang, “Cuma kamu yang bisa Papah andelin”. Padahal aku anak bungsunya, dari 3 bersaudara, kakakku lengkap, yang pertama perempuan yang kedua laki- laki.

Papah itu pekerja keras, beliau bekerja di salah satu perusahaan negara kelas atas dengan gaji yang amat sangat lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup kami berlima. Makanya Mamaku keluar dari pekerjaannya ketika aku lahir, tapi mungkin karena alasan itu juga yang membuat beliau jadi sangat membenciku. Entahlah. Bagaimanapun Mama tetap Ibuku yang udah susah payah mau mengandung dan melahirkanku.
 

Didikan Mama

Ya aku bersyukur dilahirkan di keluarga yang berada dan sangat berkecukupan.
Tapi bener kata orang, harta gak bisa menjamin kita bisa hidup damai tenteram dan bahagia.
Apalagi semua anggota keluargaku orangnya memang unik- unik. Hehe

“Pokoknya Mama gak mau keluarga Papah yang orang kampung itu nginep di rumah ini walaupun cuma semalam”
Itu pun sepotong percakapan yang seingatku kudengar dari mulut Mama kepada Papa. Alhasil siang itu keluarga Papa yang baru datang dari luar kota yang cukup jauh pun hanya mampir sebentar, sorenya langsung pulang lagi karena tidak diperbolehkan Mama menginap di rumah.

Memang banyak sikap Mama yang sebenernya gak sejalan denganku, tapi apalah aku hanya seorang anak kecil. Bahkan Asisten Rumah Tangga pun gak ada yang sanggup lebih dari satu bulan bekerja di rumah.

Pernah denger kan kalau anak itu meniru orangtuanya?
 
Yah, karena didikan Mama itu lah Kakak perempuanku pun tumbuh jadi manusia unik yang juga suka meremehkan orang lain yang keadaan ekonominya “kurang” atau “biasa” aja. Padahal keadaan orang bisa berputar, kita gak selamanya akan ada di atas terus toh?

Sedangkan Abangku mungkin masih lebih mendingan untuk urusan tidak meremehkan orang lain. Abangku sih enggak begitu, cuma yang bikin aku kecewa dengan abang ya karena dua kali pindah kuliah tapi gak ada yang beres. Bayangin orang mah harus cari duit buat bayar kuliah, ini yang punya uang malah kuliahnya dijadiin main- main. Bukankah biaya kuliah itu mahal apalagi sampe pindah dua kali lho?

Mbakku pun sebenernya sama, kuliahnya juga gak selesai dengan alasan pengen nikah.

Hmm gimana? Udah tau kan alasan kenapa Papah bilang cuma bisa ngandelin aku?
Karena ya itu, karakter anggota keluarga yang lain memang aneh- aneh, hehe. Sebenernya banyak banget masalah, ujian, dan cobaan di keluarga ini dan sifat unik yang bisa dijadikan pelajaran tapi kalau diungkap semuanya di sini gak akan cukup satu sesi jadi dikit- dikit aja dulu ya gaes.
 
Kembali ke Abang.
 
Abangku selain kuliahnya gak selesai, dia juga kalo ngomong asal njeplak alias gak dipikir dua kali apalagi saat marah bisa meledak- ledak sampai mengancam. Benar- benar pribadi yang tidak terkendali. Abang pun pernah dikasih modal sama Papah untuk berjualan karena katanya Abang maunya usaha, tapi ya gitu, Abang itu orangnya bosenan jadi gak ada usaha yang bener- bener diseriusin sampe akhirnya yaa sampe sekarang pun masih berganti- ganti usahanya atau pekerjaannya.

Mama Selingkuh

Semua keunikan itu semakin unik manakala kami tau Mama telah mengkhianati keluarga ini. Sedih? Jangan ditanya. Sebenarnya ini peristiwa yang menurutku cukup memalukan untuk diceritakan kalau bukan karena sharing is caring. Intinya aku cuma ingin pembaca bersyukur dengan hidupnya, ambil yang baik dari cerita ini dan buang buruknya yaa.
 
Apa yang ada di pikiran kalian ketika secara gak sengaja mendengar Ibu kalian berbicara mesra lewat telepon dengan laki- laki lain? Terjadinya pun gak cuma sekali dua kali dan ya itulah yang terjadi dengan Mama, ternyata selama ini Mama berpacaran dengan teman sekantornya dulu.
 
Kami juga baru tau kalo Mama punya beberapa hape/ telepon genggam yang diumpetin di dalam lemarinya. Setelah sekian lama curiga dari tingkah laku, gelagat Mama, banyak cerita sampai akhirnya terjadilah peristiwa itu. Ketika Abang akhirnya harus menggeledah lemari Mama dan membawa kabur hape- hape itu sampe harus lari- lari keliling komplek karena dikejar Mamah. Gimana? Apa sudah cukup memalukan?
Abang dan Mama main kejar- kejaran di komplek perumahan kira- kira menurut kalean apa yang akan dikatakan tetangga? Tapi entahlah boro- boro mikirin apa kata tetangga. Pas tau Mamah selingkuh aja udah bikin air mata susah keluar saking kecewanya.

Bayangin aja gaes, Papah waktu itu udah sakit, sakit ginjal, ditambah dikecewain Mamah. Ga kebayang deh rasanya jadi Papah, tapi ya jangan sampe deh kejadian ke kita.
 
Oke lanjut....

Alhasil dengan banyaknya bukti perselingkuhan yang jelas, Papa dan Mama resmi bercerai dan kami bertiga tentu saja ikut Papah. Apalagi aku yang dari awal merasa kelahiranku tidak diharapkan oleh Mama. Hehe

Benar terlihat olehku bahwa Papah lebih lega dan membaik setelah bercerai dengan Mama.

Abang Menikah

Hingga akhirnya tibalah saatnya aku tamat SMA dan masuk kuliah. Alhamdulillah aku bisa kuliah di luar kota, walau sebenernya sedih sih jauh dari Papah. Tapi Papah walaupun jauh selalu berusaha memberikan perhatian terbaiknya kepadaku sampai menitipkan aku pada dosen untuk memastikan aku baik- baik saja. Hampir setiap hari Papah menelpon dan menanyakan keadaanku, Papah bener- bener ngasih aku perhatian dan support yang memang kubutuhkan. Karena setelah Papa dan Mama bercerai, kami sempat loss contact dengan Mama. Jadi Papah terlihat sekali ingin aku tidak merasa kehilangan kasih sayang karena kekurangan sosok Ibu. Waktu itu benar- benar hanya Papah yang perhatian padaku, memberiku support sepenuhnya agar semangat kuliahnya.

Papah masih sakit, sakit ginjal yang bertambah parah dan bertambah sering jadwal cuci darahnya. Sebenarnya Papah sudah sakit semenjak aku masih SD tapi yah namanya juga Papah, Papah itu kuat.
 
Bersyukur Papah masih bisa mendampingi Abang ketika menikah. Walau sebenarnya untuk menikahpun Abang harus dengan sedikit paksaan dari Papah karena menurut Papah, Abang dinilai butuh seseorang yang bisa mengendalikan emosi Abang yang tidak stabil dan sebenarnya yaa tentu saja demi kehidupan Abang yang lebih baik. Seorang Ayah pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya.

Ya, Papah lebih tenang dan lega setelah menikahkan Abang. Jadi, Papah lega karena kedua anaknya yang unik sudah menikah artinya masing- masing sudah punya seseorang yang menjaga. Tinggal aku yang belum.

Masih kuingat jelas sekali ketika Papah menikahkan Abang, ada percakapan sederhana antara aku dan Papah.
“Pah nanti kalo aku nikah, Papah temenin juga ya”
“Iya dong pasti Papah temenin”
, Papah bilang gitu dengan senyumnya yang khas.

Jalan Setapak

Papah Pergi

Walau aku berkuliah di luar kota tapi masih sering pulang ke rumah Papah, kadang seminggu sekali tapi kalau lagi banyak kegiatan bisa dua minggu sekali, dan tentu saja kalau lebaran pasti aku pulang.

Hari itu masih bulan puasa seminggu lagi lebaran, perkuliahan sudah diliburkan jadi akupun pulang.

Sesampainya aku di rumah ternyata penyakit Papah lagi kambuh jadi harus dirawat. Ya, Papah tuh walaupun sakit tapi masih bekerja, jadi kalau tiba waktu cuci darah, bekerjanya hanya setengah hari, jadi setengah harinya lagi untuk waktu cuci darah. Papah sering banget cuci darah sampai kulihat lengan Papah pembuluh darahnya sampai besar- besar.

Papah juga sering masuk rumah sakit ketika penyakitnya kambuh.
Jadi sama seperti hari itu, hari yang waktu itu kuanggap biasa saja, Papah harus dirawat di rumah sakit.

Sampai di penghujung Bulan Ramadhan Papah masih harus dirawat di rumah sakit. Waktu itu usai giliran aku menjaga Papah, Abang datang dan menyuruhku pulang dulu sebentar untuk istirahat, mandi, makan, dan solat.

Akupun pulang tanpa ada perasaan yang aneh- aneh. Aku mandi, istirahat sebentar, makan, dan solat. Pas lagi solat, hapeku berbunyi terus menerus. Setelah kulihat hape, ternyata telepon dari Abang. Abang menyuruhku untuk segera ke rumah sakit.

Aku bergegas kembali ke rumah sakit. Sesampainya disana, ternyata Papah udah ga ada.

Apa tadi Papah sengaja nunggu aku pulang biar bisa pergi. Rasanya duniaku runtuh. Kepergian Papah diiringi takbiran menggema dimana- mana karena besok lebaran.
 

Papah Benar, Aku Bisa Papah Percaya

Aku sedang masa- masanya lagi pusing nyusun skripsi ketika Papah berpulang. Lebaran itu. Suara takbir yang kata orang suara kemenangan namun sampai sekarang selalu terdengar sedih di telingaku.
Tapi kepergian Papah gak aku jadiin alasan buat molor ngerjain skripsi dan lulus tepat waktu karena akhirnya aku bisa lulus tepat waktu, ya, aku lulus dan di wisuda. Wisuda yang benar- benar menyedihkan sebenarnya. Tanpa Papah. Tanpa orang yang selama ini selalu mendukungku, menjagaku, dan ah rasanya ingin menangis ketika mengingatnya lagi.

Pah terimakasih atas semua perjuangan dan pengorbanan Papah, support dan perhatian Papah ke aku selama ini, sampai akhirnya aku lulus kuliah. Aku dengar Papah sering bilang, “Papah percaya sama kamu”
 
Iya aku pegang amanah Papah. Aku bisa Papah percaya.

Aku bisa lulus kuliah. Aku bisa kerja dan menghasilkan. Aku bisa hidupi diriku sendiri. Aku bisa memilih istri yang baik dan menikah walau Papah ga bisa nemenin.
 

Apakabar Mama?

Oh iya gimana kabar Mamah?
Aku sebagai anak tetap berusaha untuk berbakti karena Mama tetap seorang Ibu untukku dan ku tau ga ada Ibu yang sempurna begitu juga dengan Mama.

Segitu dulu aja cerita dari yang bersangkutan.
 

So,...

Pesan Ami buat temen- temen dan diri sendiri, siapapun yang orangtuanya masih lengkap, keluarganya bahagia. Yuk disyukuri, jangan lupa untuk membahagiakan orangtua kita, kalau belum bisa membahagiakan yaaa setidaknya jangan bikin mereka sedih.

9/07/2020

3 Alasan Mengapa Masalah Rumah Tangga Harus Diselesaikan Berdua Saja?

September 07, 2020

Rumah tangga yang harmonis bukan berarti adalah rumah tangga yang tanpa konflik dan masalah. Justru adanya masalah dan berbagai konflik akan menjadi pembuktian kedewasaan suatu hubungan.

Nyatanya masih banyak pasangan yang belum menyadari ini, bahwa niat awal menikahnya masih karena alasan yang indah- indahnya saja, padahal nikah itu gak cuma soal indahnya, banyak sekali masalah dan konflik yang kalau dihadapi dengan bijaksana sesungguhnya bisa jadi pelajaran supaya diri kita semakin dewasa dalam menyikapi berbagai persoalan yang pasti akan dihadapi dalam hidup.

Tidak hanya itu, masih banyak juga yang belum menyadari perlunya kekompakkan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam rumah tangga. Maksudnya, gak bisa Cuma satu pihak yang berjuang, pihak lain pun harus mau belajar. Dengan begitu, keduanya dapat melangkah maju dan belajar menjadi lebih baik bersama- sama.

Terkait hal ini, ada suatu nasehat yang hampir pasti selalu ada di awal pernikahan, yang juga pernah saya baca di instagramnya Ardhi Bakrie berikut

 
                                   Instagram Ardi Bakrie

Di caption tersebut tertulis nasehat Ardi Bakrie untuk sepupunya, Arya Bakrie "...terus juga kalo pas lagi ada masalah, selesaiinnya just the two of you aja...jgn pernah pake ajak- ajak orang luar just to prove anything..."

Pas baca itu, i completely agree with his statement (eaaa jadi ikut- ikutan bahasa inggris deh Ami nih hihi) terutama poin penting ini "kalo ada masalah selesaikan berdua saja".


Bukan tanpa sebab juga saya bisa ujug- ujug setuju dengan pernyataan tersebut. Karena ada sebuah kejadian terkait ini alias kisah nyata pernikahan yang bisa kita jadikan pelajaran.

Jadi kieu, saya punya teman, teman sepermainan, dimana ada dia selalu ada sayaaa..

Atuh jadi nyanyi hihiiii

Jadi gini, saya punya seorang teman dekat yang belum juga satu tahun menikah tapi masalah dalam rumah tangganya sudah tersebar kemana- mana. Padahal saya sama dia aja tinggalnya udah beda kota, tapi saya yang di kota lain udah denger masalahnya juga. Darimana saya denger? Ya dari orangnya sendiri sih.

Jadi hampir semua keluarga besar dan teman- temannya tau tentang masalah rumah tangganya. Parahnya lagi gak cuma dari pihak perempuannya saja yang bercerita sana sini, laki- lakinya juga sama bercerita sana sini yang saya sendiri juga gak ngerti untuk membuktikan apa ceritanya itu.

Pembenaran kah atau pembelaan kah?

Karena masalahnya sudah kadung menyebar dan saya gak tau apa yang udah orang lain sarankan kepada teman saya itu, akhirnya hanya sedikit kata yang bisa saya berikan yang intinya begini:

"Awal pernikahan memang merupakan masa sulit pasangan karena ini masa adaptasi, masalah sepele pun bisa jadi konflik berkepanjangan kalau tidak segera diselesaikan"


Itu aja dulu sambil menceritakan bahwa saya pun sama, sering ada konfliknya, namanya juga wanita dan laki- laki yang gak pernah tinggal serumah tiba- tiba tinggal serumah bahkan sekamar. Pastilah bakal terjadi banyak perbedaan yang kalau tidak disikapi dengan bijaksana atau tidak segera diselesaikan maka ambyar jadinya.

Saya inginnya bilang, "Baiknya masalah itu diselesaikan berdua saja, atau berdua dulu saling terbuka maunya bagaimana, kalau udah mentok baru bawa pihak lain yang bijaksana tentunya, karena bawa pihak lain juga gak bisa sembarang orang".


Tapi saya tau masalahnya sudah semakin serius karena sudah melibatkan banyak sekali orang. Terlihat jelas masing- masing seringkali update status di media sosial yang seolah ingin membuktikan sesuatu yang saya pun gak tau apa itu. Namun berkat itu juga akhirnya teman saya saat ini sedang dalam proses gugat cerai yang mana teman saya itu bilangnya, ini sudah takdir dan dia juga sempat mengaku kalau imannya lemah jadi dikalahkan egonya yang tinggi.

Padahal inginnya saya membantah pernyataan dia, tapi gimana? Lama- lama saya jadi kesel juga karena nasehat dan saran gak ada yang masuk.

Dari sini, saya ingat nasehat itu, bahwa suami istri harus saling menutup rapat aib masing- masing pasangan. Kalau untuk masalah kecil saja kita tidak bisa menutupnya apalagi masalah yang besar, dan sungguh saya tidak memudahkan hal itu karena nyatanya hal ini sulit sekali dilakukan apalagi wanita yang memang fitrahnya sangat gemar bercerita.

Namun tentu larangan menyebarkan cerita keburukan ataupun masalah dalam rumah tangga bukan karena alasan yang tidak baik, banyak orang menasehati demikian tentu karena ada kebaikan di dalamnya.

Dari kisah di atas dapat saya coba simpulkan 3 alasan kenapa masalah rumah tangga dianjurkan untuk diselesaikan berdua saja?


1. Adakalanya masalah memang perlu diselesaikan berdua saja

Seperti yang telah disebutkan di awal bahwa masalah yang terjadi dalam rumah tangga bisa menjadikan kita pribadi yang lebih dewasa. Maka ketika masing- masing pasangan sudah sama- sama berkomitmen untuk bisa kompak dan saling menguatkan, serta mampu berkompromi untuk menemukan jalan keluar dari setiap konflik maka selama masalah tersebut bisa diselesaikan berdua saja tidak perlu melibatkan pihak lain.
Satu lagi yang perlu diingat, jangan pernah membiarkan dan mendiamkan masalah sekecil apapun karena yang kecil jika dibiarkan akan menjadi besar dan berbahaya bagi kedamaian rumah tangga. Waspadalah waspadalah. Hehe

2. Tidak semua orang bisa memberikan saran yang tepat

Ini pun sama seperti kisah nyata teman saya, mungkin tidak masalah jika kita hanya sekedar bercerita tanpa mendengarkan feedback-nya. Namun kebanyakan tidak seperti itu, malah yang sering terjadi semakin kita bercerita semakin kita merasa stress dan tertekan. Maka tentu saja kalaupun harus bercerita, jangan ke sembarang orang, pilih orang yang tidak memihak, yang dirasa lebih bijaksana dan berpengalaman, bukan kepada orang yang malah akan bikin masalah jadi lebih runyem.

3. Curhat ke pihak lain bisa memunculkan rasa saling curiga

Bercerita masalah rumah tangga kita ke orang lain bukan Cuma akan membuat masalah makin rumit, tapi juga kita dinilai tidak bisa menjaga perasaan pasangan. Bukankah semua orang inginnya dihargai? Maka hargailah pasanganmu dengan menanyakan pendapatnya apalagi ketika lagi ada konflik, bertanyalah untuk kompromi “Jadi kalau saya maunya begini, gimana menurut kamu?”. Siapa tau bisa ambil jalan tengah supaya sama- sama enak dan gak ada lagi konflik.


Jadi itu dia tiga alasan utama kenapa suami istri dianjurkan untuk menutup rapat masalah rumah tangganya. Mungkin karena sebegitu berbahayanya juga mulut kita ya Buuk, lidah tidak bertulang kalau denger temen cerita bukannya kasih saran yang bijaksana malah makin membuat dia merasa benar sehingga egonya jadi tambah tinggi aja deh. Atau malah kebalikannya membuat dia merasa makin stress dan terpuruk. Serba salah kan karena ga ada yang bener- bener tau kondisi sesungguhnya, jadi emang udah paling bener deh selesaikan masalah berdua aja sama suami.

Gimana Buybu? Ada yang gak setuju?


9/04/2020

5 Cara Merespon Celotehan Anak yang Bisa Tumbuhkan Rasa Percaya Dirinya

September 04, 2020
Anak- anak itu memang menggemaskan ya Buybu, sedari usia bayi ada saja kelakukannya yang bikin kita tergelitik bahkan sampe terharu. Tatkala sudah mulai belajar jalan kadang sampe mikir wah anakku sudah besar saja rasanya baru kemarin saya melahirkannya. Hihi anak memang anugerah yang luar biasa ya Buy, amanah dari Yang Maha Kuasa yang harus kita jaga baik- baik.

Selain kelakuannya yang menggemaskan, ketika anak memasuki usia balita mulai muncul banyak rasa penasaran dalam dirinya hingga seringkali melontarkan pertanyaan anak yang kritis dan kadang membuat kita bingung gimana jawabnya. Ya nggak Buy?

Misalnya, “Ma, kenapa adek bisa ada di perut Mama?”
“Ma, kenapa bulan cuma ada satu?”
“Ma, kenapa malam gelap?”
“Ma, kenapa adek harus tidur?”
“Ma, katanya kita harus sayang hewan, tapi kenapa Mama semprot kecoa sampai mati?”

Dan lain- lain masih banyak lagi celotehan yang nggemesin lainnya yang kalau diperhatiin malah seringkali bikin kita speechless dan mikir, “Oh iya juga ya”. Hihi
 
Merespon Celotehan anak

Sebetulnya ketika anak banyak bertanya kepada Ibunya atau bapaknya (biar kayak lagu “ada anak bertanya pada bapaknya”), maka itu adalah langkah awal orangtua untuk mengajari anak tentang komunikasi dan keterbukaan. Jadi maksudnya gini, ketika anak bertanya, maka kita sebagai orangtua harus menanggapinya dengan asik, memberikan respon yang positif, serta terbuka dengan menjelaskan jawaban dari pertanyaannya sesuai dengan usia anak.

Kenapa harus memberikan respon positif dan terbuka pada anak?


Karena sikap asik, respon positif, dan keterbukaan dari orangtua bisa membuat anak semakin percaya diri dan merasa dihargai sehingga ke depannya anak pun akan mudah terbuka dan mau bercerita apapun kepada orangtuanya. Kalau anak sudah mau bercerita apapun kepada orangtuanya dan menganggap orangtua sebagai teman, maka insyaAllah orangtua dapat dengan mudah memberikan nasehat dan arahan agar anak tetap berada di jalan yang lurus yaitu jalan yang Allah ridhai.


Hehe ya gitu lah pokoknya ya Buy, orangtua mana yang ga kepengen anaknya jadi anak yang soleh/ soleha? Pastilah semua orangtua ingin anaknya lebih baik lebih soleh lebih sukses lebih bahagia daripada orangtuanya. Ya khaaaann?

Namun itu dia Buybu, kita harus memupuk rasa percaya dan keterbukaan ini sejak ia masih kecil, tumbuhkan perasaan dan budaya dalam keluarga kita bahwa family is number one, agar anak tidak mudah terpengaruh dengan kehidupan luar yang kita pun tidak tahu ke depannya akan bergaul dengan siapa anak kita ini.

Nah gimana caranya supaya anak mau terbuka kepada orangtua?
 

Ini dia 5 cara merespon ocehan dan pertanyaan anak:

 

1. Antusias

Kita harus antusias menanggapi setiap celotehan anak, tidak hanya ketika anak melontarkan pertanyaan kritisnya saja tapi juga ketika ia menunjuk sesuatu, orangtua perlu menanggapinya dengan antusias. Misalnya, “Ma, itu ikannya lagi lomba lho Ma
Kita bisa menimpalinya dengan, “Mana? Oh iya sayang, itu ikannya lagi lomba renang, kira- kira ikan mana yaaa yang menang?

2. Ulang pertanyaannya

Ketika anak bertanya tentang kata- kata yang baru ia dengar, misalnya seperti, “Ma, Anj*ay itu apa?”
Alih- alih menjawab, “Hush gak boleh ngomong begitu, gak sopan
Kita bisa menjawab pertanyaannya dengan pengulangan sambil kita memikirkan jawaban apa yang tepat
Hmm oke, jadi adek mau tau ya apa arti dari kata Anj*ay?

3. Cari tahu info berasal darimana pertanyaannya

Daripada Buybu memarahi anak dengan kata- kata menghakimi seperti, “Kamu itu kok ngomong yang gak bener”, lebih baik Buybu bertanya padanya informasi tentang pertanyaannya, “Adek pernah gak denger kata- kata itu sebelumnya? Mama mau tanya dulu nih, adek tau kata- kata itu darimana?

4. Menggali informasi yang telah anak ketahui

Setelah anak menjelaskan, kita bisa menggali lebih dalam apa yang telah diketahui anak tentang yang ditanyakannya “Menurut Adek, Anj*ay itu apa ya? Kenapa Ibu Guru bisa marah begitu ya ketika adek sebut kata itu?”

5. Berikan jawaban sesuai usia anak

Nah ini dia Buybu yang agak sedikit bikin kita bingung menyusun kata. Walaupun kita paham banget dengan pertanyaannya tapi lain urusan tentang bagaimana cara menjelaskannya kepada anak kecil agar ia mengerti dan tidak disalahpahami. Karena dibutuhkan kata- kata sederhana yang mudah dicerna oleh anak- anak.

Anj*ay itu kata yang tidak baik, kata yang membuat orang lain yang mendengarnya jadi terganggu. Kita gak boleh menggunakan kata- kata itu kepada siapapun apalagi kepada keluarga dan teman”.

 

So Buybu, ketika kita dapat memberikan respon yang positif, serta bisa memberikan jawaban yang jelas dan terarah, maka anak pun tidak hanya tercukupi rasa ingin tahunya, namun juga merasa dirinya dihargai. Sehingga dengan begitu anak pun akan mudah untuk selalu bercerita dan terbuka dengan orangtuanya.

Yuk Buybu mulai sekarang selalu beri respon positif pada setiap ajakan main dan pertanyaan anak dan jangan lupa untuk libatkan mereka dalam tiap proses agar anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih percaya diri karena merasa dihargai.

Semoga artikel ini bermanfaat ya Buybu😊
 
Bantu Ami sebar kebaikan dengan melakukan share artikel ini melalui share button yang ada di bawah artikel ini yaaaa...
 
Terimakasih Buybu❤️