Kata orang, usia hanyalah angka,
tidak begitu berarti apabila tidak diimbangi dengan kedewasaan perilaku. Menurutku
itu benar adanya, dan bagaimana hal itu bisa terjadi? Aku sendiri tidak habis
fikir yang akhirnya membuatku berfikir, mengenai usia, oke, hal itu merupakan
kuasa Allah, dan lagi- lagi menurutku hal tersebut sesungguhnya juga merupakan
salah satu tanda kekuasaan Allah yang tentu saja hanya untuk orang- orang yang
berfikir.
Makanya mikir!
Oke. Baiknya dimulai dari diriku
sendiri, kalo dipikir- pikir, aku ini sesungguhnya sudah tua juga walaupun kata
orang, mukaku ini awet muda. Entah itu benar adanya atau cuma mitos, gak tau
deh. Tapi nyatanya, baik aku maupun kamu pastilah punya sisi kekanakan, yaitu pada
saat kau merasa ingin dimanja, ingin diperhatikan, ingin dilayani, dan
keinginan manusiawi lainnya. Maka di sini akan resmi aku nyatakan bahwasanya
mau sebijaksana dan sedewasa apapun seseorang, mereka masih punya sifat
kekanakan.
Lha? Jadi? Orang dewasa yang masih
punya sifat kekanakan itu wajar dong, Mol?
Iya, wajar aja…
Tapiiiii ada yang membedakan.
Apa tuuuh?
Yang membedakan yaa batas kewajaran
itu sendiri, tapi lagi- lagi masing- masing orang punya batas kewajaran yang
berbeda. Kalau misalnya menurutku, bercanda jitak- jitakan itu wajar, bisa jadi
menurutmu itu sudah keterlaluan. Ya, masing- masing punya batas wajar sendiri
mengenai apapun. Sama halnya dengan sudut pandang manusia terhadap sesuatu yang sama, tentu akan berbeda- beda.
Nah, kalau memang sifat kekanakan
adalah wajar, lalu mengapa ada seorang yang berusia jauh lebih muda bisa jauh
lebih bijaksana daripada seorang yang jauh lebih tua?
Kenapa?
Lagi- lagi itu kuasa Allah. Tapi benar
kata Bang Haji Rhoma yang berani- beraninya melarang kita begadang itu, mau manusia itu kaya atau miskin, tua muda, kulit
hitam kulit putih, mereka gak ada bedanya, yang beda hanyalah takwa. Ya toh?
Can you get the point what am I trying
to say?
Ya, sebenernya sama aja mau tua
mau muda, kalau takwanya sama, maka mereka akan sama- sama lebih bisa berpikir
lebih dewasa dan bijaksana. Tapiii, mau dia lebih tua kalau takwanya lebih
rendah, maka akan kalah bijak sama yang lebih muda namun memiliki tingkat takwa
yang lebih tinggi.
Sedangkan mengenai takwa, aku sendiri belum yakin bagaimana cara mengukur tingkatannya. Mungkin dilihat dari bagaimana kehidupan rohaninya sehari- hari, dekatkah dia dengan Tuhannya? Atau duniakah yang selalu dia nomorsatukan.
Anehnya, sekarang aku jadi mikir, takwa itu bisa dilihat dari segala aspek termasuk dari bagaimana seseorang bersikap termasuk mengenai bagaimana cara dia memandang hidup ini. Nah, itu artinya kedewasaan seseorang sebenarnya juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat takwanya.
Jadi, sesungguhnya semua hal ini berkaitan, saudara- saudara....
Orang yang bertakwa -> punya sikap dewasa -> insyaAllah (pasti) bertakwa -> tidak dapat dibedakan dari usia. Mau anak kecil sekalipun, jika ia dapat lebih bijaksana maka terlihatlah secantik apa hatinya.
Intinya gini deh, kalau kamu masih gak ngerti.
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ
وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ،
وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599)
0 comments:
Post a Comment