"Anak Itu Kan Titipan? Kok Malah Dititip Lagi?"
Itu adalah kalimat yang seringkali saya becandakan kepada diri saya sendiri.
Tapi lagi- lagi ya ini dia, hidup itu pilihan, sama halnya dengan menjadi ibu bekerja di kantor dan memilih berkarir di kantor atau menjadi ibu bekerja di rumah yang memilih berkarir di rumah.
Biar bahasanya sama ya, karena ibu yang di rumah itu juga bekerja bahkan hampir 24 jam. Jujur aja yang saya rasakan punya ibu yang merupakan ibu rumah tangga adalah rasanya santai sekali karena ibu dengan sepenuh hati bagai memanjakan siapapun yang ada di rumah sampai hal remeh sekalipun seperti tak kenal lelah.
Sedangkan kita? Eh saya, kenal sama si lelah, baru pulang kantor aja udah lelah. Hehe
Apa itu mudah?
Jawabannya tergantung kita sendiri.
Kali ini, maksud saya, sampai saat ini saya masih memilih menjadi ibu bekerja walaupun dorongan untuk mengasuh anak sendiri pun begitu kuat. Mungkin beginilah naluri seorang ibu, tapi sementara ini saya masih harus bekerja karena alasan- alasan yang saya rasakan entah hanya pembenaran atau pembetulan.
Hehe
Nah menjadi ibu bekerja maka ada lagi yang dihadapi, yaitu memilih daycare atau tempat penitipan anak terbaik.
Jadi ceritanya, sebelum saya benar- benar yakin pada satu daycare, pastinya saya melanglangbuana terlebih dahulu untuk melihat- lihat daycare mana saja yang terbaik.
Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam memilih daycare tentu tergantung kebutuhan masing- masing, maksud saya, bagus menurut saya belum tentu bagus menurut ibu lain, atau, nyaman menurut saya belum tentu nyaman menurut ibu lain. Begitupun sebaliknya.
Yang saya pertimbangkan ketika memilih daycare tentu saja salah satunya dari kualitas daycare itu sendiri yang bisa dirinci sebagai berikut
Pertama, harus sejalan dengan kantor
Kedua, kebersihan lingkungan
Ketiga, suasana di daycare
Keempat, kualitas pengajar
Saya ada cerita yang terjadinya tentu saja sebelum ada corona alias Covid-19 ini, tepatnya ketika Kimi usia 3 bulan dan saya sudah akan masuk kerja dan saya harus mencari daycare tempat kimi akan dititipkan selama saya bekerja.
Nah ketika memilih daycare, kalau saya entah kenapa ya orangnya lebih ya cuek aja, sedangkan suami saya lebih cerewet dan dengan teliti melihat bahwa daycarenya harus juga ada kualitasnya.
Di sini sih saya jadi merasa ya udah mungkin ini yang namanya saling melengkapi antar pasangan, kalau yang satu cuek ya yang satunya menyadarkan yang cuek ini. Haha
Karena ya jujur aja entah kenapa saya gak mikir semuluk itu, ya masih bayi juga yaudah aja sih gitu kannn. Ibu macam apa coba saya? Ckck untung suami menyadarkan saya bahwa ya justru karena masih bayiii haha
Waktu itu ada beberapa daycare yang kami lihat- lihat
Cukup banyak karena yang dicari ya cuma di daerah situ aja yang selalu kita lewatin kalau berangkat dan pulang kerja.
Pertama, daycare di daerah Arcamanik, harga murah banget tapi tempatnya terlihat gak begitu bersih, jadi coret dari list.
Kedua, daycare di daerah Cisaranten, yang susah banget nemunya harus nyasar dulu ke jembatan dan jalan buntu, pas nyampe ya gak cocok juga karena kayak terpencil gitu tempatnya.
Ketiga, ada banyak banget nih daycare di daerah Antapani yang bagus- bagus dan dikenal banget lah, pertama Growing Tree yang udah penuh kuotanya, Picupacu yang ternyata usia termuda itu 2 tahun kalau ga salah, Dunia Anak Cerdas yang waktu itu lagi libur, dan terakhir ketemu lah yang cocok banget yaitu Sekolah Lare Alit (LA) yang akhirnya disitulah Kimi dititipkan.
Mungkin sekolah juga jodoh- jodohan kali ya.
Karena LA ini pas banget ada di pinggir jalan raya jadi aksesnya mudah ga perlu masuk- masuk lagi, apalagi di sini ada STIFIN-nya. Tau kan tes stifin? STIFIN itu singkatan dari lima sifat genetik manusia yaitu Sensin, Thinking, Insting, Feeling, dan Intuiting. Nah, kalau di LA, tes stifin ini perlu dilakukan untuk mengenal karakter anak didik supaya para guru didiknya tau bagaimana cara mendidik anak yang baik dan benar. Kalau belum tau stifin, searching aja yaa atau nanti kita bahas di lain kesempatan.
Setelah ada corona dan daycare diliburkan untuk waktu yang cukup lama, saya sempat beberapa kali mencari pengasuh di rumah karena juga setiap dapat pengasuh ada yang gak bisa lama jadi berhenti, cari lagi berhenti, hingga sampai di cerita drama ART itu saya tulis akhirnya gak ada lagi pengasuh.
Dulu suami saya pernah bilang bahwa dia gak mau punya anak yang deketnya sama orang lain selain ibunya sendiri. Entah itu lebih deket ke neneknya atau bahkan lebih deket ke pengasuhnya.
Setelah itu saya mendengar cerita dari beberapa tetangga saya dan pengasuhnya kalau anaknya itu udah deket dan nempel banget sama yang ngasuhnya sampai drama kalau yang ngasuhnya udah harus pulang ke rumah.
Nah melihat keadaan sekarang ketika kami sulit mendapatkan pengasuh mungkin saja karena ucapan dan pemikiran sang suami waktu dulu. Mungkin ya. Mungkin. Entah kenapa saya merasanya seperti itu, bahwa ya ini sebenarnya yang kita butuhkan atau malah yang kita inginkan. Yaitu kedekatan anak nomor satu ya orangtuanya, terutama ibunya.
Walau menurut saya pake jasa pengasuh jauh lebih praktis daripada di daycare, tapi dengan anak di daycare yang saya rasakan perkembangannya jauh lebih terlihat.
Tentu saja apapun itu saya bersyukur untuk bisa selalu ada untuknya
0 comments:
Post a Comment