Kamu tau betapa luar biasanya agama kita? Kita? Ah pasti kamu sudah tau, tentang itu agama kita, agama islam. Agama luar biasa yang andai penganutnya bener bener mengamalkan ajarannya, pasti dunia ini damai. Tapi kalo damai terus kita ga akan pernah belajar, bukan?
Iya, kalau kamu gak pernah jatuh, kamu ga akan pernah belajar caranya bangkit lagi. Kalo kamu ga pernah dikhianati, kamu ga akan pernah tau betapa mahalnya harga sebuah kepercayaan. Kalo kamu ga pernah disakiti dan kecewa, kamu ga akan belajar cara menghargai dan mungkin kamu ga pernah menyadari bahwa sepatutnya hanya kepada Allah saja kamu boleh berharap.
Memang benar, Allah itu pencemburu manakala kamu terlalu banyak berharap kepada yang selain-Nya. Malangnya, gak semua orang dicemburui-Nya, kan kata kamu Allah itu Maha Berkehendak, jadi suka- suka Allah mau siapa saja yang ingin Ia sadarkan, maka akan Ia sadarkan. Kun, fayakun.
Kamu harusnya masih inget ceramah pagi itu bahwasanya nikmat yang kamu rasakan saat ini, sesungguhnya itu adalah cobaan. Misalnya ada seorang suami punya istri yang udah cantik, baik hati pula, itu adalah cobaan. Apa si suami cukup pandai untuk mensyukurinya? Di sisi lain ada pula seorang suami memiliki istri yang udah jelek, pelit pula, inilah yang dinamakan musibah. Kata penceramah, si suami kudu bilang innalillahi. Dengan itu, apa si suami sanggup untuk bersabar?
Sabar dan syukur, dua hal yang seringkali kamu anggap sepele padahal susahnya minta ampun. Keduanya sama sama mengandung makna 'ikhlas'. Kamu harus ikhlas untuk bisa bersabar, pun harus ikhlas untuk bisa bersyukur.
Ramadhan dan Rasa Syukur
Ah Allah memang Maha Pengertian, kenapa Ia ciptakan Ramadhan yang identik dengan bulannya berbagi. Supaya apa? Kalo bukan supaya kamu sadar bahwa kamu perlu bersyukur atas rezeki yang kamu miliki dengan cara membaginya kepada yang membutuhkan.
Idul Fitri dan Rasa Sabar
Lalu Allah ciptakan idul fitri yang biasa kamu sebut dengan lebaran. Allah tau manusia banyak salah dan lupa, maka Allah ciptakan idul fitri itu yang identik dengan saling maaf memaafkan. Supaya apa? Kalo bukan supaya kamu bisa bersabar dengan kesalahan dan kealpaan orang lain.
Ikhlas kah?
Memaafkan adalah melupakan, juga makna ikhlas ada di dalamnya. Perlukah kita mengumbar maaf dan ikhlas kita? Asa teu kudu kata Ki Hajar Dewantoto teh. Cukup hati saja yang bisa rasakan lapangnya ikhlas dan indahnya bisa memaafkan karena mudah bagi kita untuk hanya sekedar bilang, "maaf" dan bilang, "sudah memaafkan". Tapi bagaimana dengan hatimu? Benarkah tulus memohon maaf? Benarkah tulus memaafkan?
Sama halnya ketika kita berbagi kebaikan, kebaikan yang kita lakukan sudah sepatutnya kita lupakan saja. Perlukah diumbar tentang infaq sodakoh kita? Asa teu kudu kata Ki Joko Bobo teh. Cukup hati saja yang bisa rasakan tenangnya hidup saat kita benar bersyukur karena mudah bagi kita untuk hanya sekedar bilang, "alhamdulillah, aku bersyukur". Di atas ucapanmu itu, bagaimana dengan hatimu? Benarkah kamu bersyukur? Benarkah tak mengeluh?
Oh iya, sesungguhnya aku sama sekali tidak bermaksud menasehati, hanya saja setelah mengalami sedikit cubitan, aku jadi merasa masih harus banyak belajar. Semua tulisanku mungkin terdengar seperti nasehat, sebenarnya semacam nasehat untuk diriku sendiri, tapi kalau kamu merasa dinasehati, ya jangan, jangan ragu untuk menganggap bahwa kata- kata yang baik selalu datang dari Allah.
Memang aku ini sesuai dengan prasangkamu, kalo kamu anggap aku baik, itu adalah hasil dari pikiran kamu sendiri. Aku bisa saja terlihat bijak dalam tulisan, tapi kamu tau bahwa dalam prakteknya tidaklah semudah itu.
Begitupun kalo kamu anggap aku buruk, itu juga hasil dari pikiran kamu sendiri. Aku bisa juga terlihat buruk karena tulisanku, dan hore kamu benar bahwa pada hakekatnya aku memang buruk, manusia bodoh sok tau yang senang menyampaikan apa yang dipelajari ke dalam tulisan.
Seolah aku tau bahwa di masa depan nanti mungkin saja aku akan lupa diri, sehingga ketika aku baca lagi tulisanku, aku akan ingat, ingat tentang apa yang belum kupahami sebelum menuliskannya dan ingat alasan kenapa aku menulis. Bahwa aku pernah merasa kecewa karena berharap pada orang lain dan harus ikhlas untuk kecewa karena kesalahan murni terletak pada diriku sendiri.
Tapi sampai tulisan ini diterbitkan kembali, sesungguhnya aku masih belum paham makna ikhlas yang sebenarnya.
Satu hal yang ku tau, surat Al- Ikhlas yang tidak menyebutkan kata ikhlas di dalamnya menceritakan tentang Allah Yang Maha Esa. Mungkin itulah ikhlas, bahwa Allah, One and Only, Di atas Segalanya.
Atau mungkin ikhlas itu bukan hanya melupakan, tapi juga mengingat. Yaitu melupakan kebaikan kita dan melupakan kesalahan orang lain. Yaitu mengingat keburukan kita dan mengingat kebaikan orang lain.
Wallahualam
Salam
Amikimoy
0 comments:
Post a Comment